Senin, 11 Januari 2016

PENGGUNAAN “GREEN ACCOUNTING” BERBASIS UNIVERSITY SOCIAL RESPONSBILITY (USR) DI TINGKAT UNIVERSITAS
(Berdasarkan Penelitian Widhiyanti Astiti)

UMS-Surakarta
MAKALAH
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Pengauditan Manajemen

DISUSUN OLEH :
MUH. RIZQI ANDRIYANTO
B200122011

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A.    LATAR BELAKANG
Green accounting adalah jenis akuntansi lingkungan yang menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi atau suatu hasil keuangan usaha. Green Accounting menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi. Green accounting berkaitan dengan informasi lingkungan dan sistem audit lingkungan. Peran utama green accounting adalah untuk mengatasi masalah lingkungan sosial dan mungkin memiliki dampak pada pencapaian pembangunan berkelanjutan dan lingkungan di negara manapun dan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam menghadapi isu-isu tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu, green accounting juga digunakan sebagai upaya perusahaan untuk membantu dalam mencapai tujuan perusahaan terhadap tanggung jawab kepada stakeholder perusahaan.
Implementasi  green accounting berbasis  corporate social responsibilities (CSR) mulai marak diimplemetasikan di Indonesia. Perubahan paradigma dan orientasi perusahaan yang memperhatikan semua pihak yang berkepentingan memberikan dampak pada peran tanggung jawab sosial perusahaan yang disebut corporate social responsibilities (CSR). CSR pada dasarnya merupakan suatu mekanisme organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatiannya terhadap lingkungan dan masyarakat ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum.
Pada perguruan tinggi, tanggungjawab sosial perguruan tinggi disebut dengan istilah University Social Responsibilities (USR), pada dasarnya merupakan suatu kebijakan etis yang mempengaruhi kualitas kinerja komunitas perguruan tinggi yang meliputi mahasiswa, pengelola, pengajar dan seluruh karyawan perguruan tinggi melalui manajemen yang bertanggungjawab terhadap dampak pendidikan, kognitif, ketenagakerjaan dan lingkungan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi melalui suatu dialog interaktif dengan masyarakat dalam rangka menghasilkan pembangunan manusia yang berkesinambungan (Maylia  Pramono  Sari dan Paulus Basuki Hadiprajitno, 2013: 178).
Di Indonesia standar akuntansi yang dipakai sebagai acuan belum mewajibkan perguruan tinggi untuk mengungkapkan informasi sosial yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan, khususnya dalam tanggungjawab perguruan tinggi terhadap dampak  lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan. Ketidakwajiban ini menyebabkan pihak  perguruan tinggi akan mempertimbangkan manfaat dan kerugian yang akan diperoleh  sebelum memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut. Pihak perguruan tinggi akan mengungkapkan informasi sosial apabila manfaat pengungkapkan informasi sosial tersebut dinilai lebih besar dibandingkan kerugiannya. Namun alangkah bijaksana apabila pihak perguruan tinggi tidak hanya mementingkan kepentingan internal semata, namun kepentingan pihak-pihak lain seperti mahasiswa, karyawan, dosen, dan masyarakat yang terkena dampak lingkungan dan sosial kegiatan perguruan tinggi baik  secara langsung maupun tidak langsung juga harus diperhatikan dan ikut diperhitungkan.
B.     TINJAUAN PUSTAKA
1.      Teori Legistimasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan  bahwa  mereka  melakukan  kegiatan  sesuai  dengan  batasan  dan norma-norma  masyarakat  dimana  mereka berada.  Legitimasi  dapat  dianggap  sebagai  menyamakan  persepsi  atau  asumsi bahwa tindakan  yang  dilakukan  oleh  suatu  entitas  adalah  merupakan  tindakan  yang diinginkan,  pantas  ataupun  sesuai  dengan  sistem  norma,  nilai,  kepercayaan  atau definisi  yang  dikembangkan  secara  sosial.  Mencapai  tujuan  ini organisasi  berusaha  untuk  mengembangkan keselarasan antara  nilai-nilai  sosial  yang  dihubungkan  atau  diimplikasikan  dengan kegiatannya  dan  norma-norma  dari  perilaku  yang  diterima  dalam  sistem  sosial yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi bagiannya.
Implikasi  teori legitimasi  terhadap  pertanggungjawaban perusahaan  terkait permasalahan lingkungan  hidup yaitu bahwa  pengungkapan  tanggungjawab  sosial dilakukan perusahaan dalam upayanya untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana  perusahaan  itu  berada.  Legitimasi  ini  pada  tahapan  berikutnya  akan mengamankan  perusahaan  dari  hal-hal  yang  tidak  diinginkan.  Lebih  jauh  lagi legitimasi  ini  akan  meningkatkan  reputasi  perusahaan  yang  pada  akhirnya  akanberpengaruh pada nilai perusahaan tersebut.
2.      Green Accounting
Pengertian  Akuntansi  lingkungan menurut  United  States  Environment Protection  Agency  (US-EPA),  Green Accounting is identifying and measuring the cost  of  environmental  materials  and activities  and  using  this  information    for environmental  management  decisions.  The purpose is to recognize and seek to mitigate the  negative  environmental  effects  of activities  and  sistems  (Memorandum  US-EPA,  1995:  20). Jadi, menurut US-EPA green accounting adalah mengidentifikasi dan mengukur biaya dari material dan aktivitas dan menggunakan informasi ini untuk keputusan manajemen lingkunan. Tujuannya adalah mengenal dan mencoba untuk mengurangi dampak lingkungan negatif dari aktivitas dan sistem. Jadi dalam hal akuntansi lingkungan perusahaan tidak hanya merangkum hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya. Selain itu, perusahaan  juga  dituntut untuk  memberikan  informasi  yang transparan,  organisasi  yang  akuntabel serta  tata  kelola  perusahaan  yang semakin bagus (Good Corporate Gover-nance),  sehingga  perusahaan  dipaksa untuk  memberikan  informasi  mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan  sudah  melaksanakan  aktivi-tas  sosialnya  sehingga  hak  masyarakat untuk  hidup  aman,  tentram  dan  kese-jahteraan karyawan terpenuhiManakala  gerakan  peduli  lingkungan  (green  movement)  melanda  dunia, akuntansi  berbenah  diri  agar  siap  menginternalisasi  berbagai  eksternalitas  yang muncul  sebagai  konsekuensi  proses  industri,  sehingga  lahir  istilah green  accounting atau  akuntansi  lingkungan  (environmental  accounting).  Demikian  pula  waktu sebagian  industri  mulai  menunjukkan  wajah  sosialnya  (capitalism  withhuman  face), yang ditunjukkan dengan perhatian pada employees dan aktivitas-aktivitas community development,  serta perhatian  pada stakeholders lain,  akuntansi  mengakomodasi perubahan tersebut  dengan  memunculkan  wacana  akuntansi  sosial  (social responsibilty  accounting). Sejak  memahami  akuntansi  sebagai  bagian  dari  fungsi service baik  sosial,  budaya,  ekonomi  bahkan  politik,  maka  banyak  faktor mempengaruhi akuntansi itu sendiri. Belkoui dan Ronald (1991) dalam Susilo (2008) menjelaskan  bahwa  budaya  merupakan  faktor  utama  yang  mempengaruhi perkembangan  struktur  bisnis  dan  lingkungan  social,  yang  pada  akhirnya  akan mempengaruhi akuntansi.
Akuntansi  lingkungan  kerapkali dikelompokkan  dalam  wacana  akun-tansi sosial. Hal ini terjadi karena kedua diskursus  (akuntansi  lingkungan  dan akuntansi sosial) tersebut memiliki tuju-an  yang  sama,  yaitu  menginternalisasi eksternalitas  (eksternalitas  lingkungan sosial  dan  lingkungan  ekologis),  baik positif  maupun  negatif,  ke  dalam laporan  keuangan  perusahaan.  Serupa dengan  akuntansi  sosial,  akuntansi lingkungan  juga  menemui  kesulitan dalam pengukuran nilai cost and benefit eksternalitas  yang  muncul  dari  proses industri.  Bukan  hal  yang  mudah  untuk mengukur  kerugian  yang  diterima masyarakat  sekitar  dan  lingkungan ekologis yang ditimbulkan polusi udara, limbah cair, kebocoran tabung amoniak, kebocoran  tabung  nuklir  atau  ekster-nalitas lain.
Akuntansi lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur aspek penting dari  kegiatan  sosial  ekonomi  perusahaan  dalam  rangka  memelihara  kualitas lingkungan  hidup  sesuai  dengan  tujuan  yang  telah  ditetapkan  (Haniffa,  2002 dalam Wahyudi  2012). Sehingga  perusahaan  tidak  bisa  seenaknya  untuk  mengolah  sumber daya  tanpa  memperhatikan  dampaknya  terhadap  masyarakat. Pemahaman  sifat  dan relevansi akuntansi lingkungan sangat beragam tergantung perspektif para profesional dan orientasi fungsional para praktisi. Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi lingkungan adalah sebagai berikut:
  1. Pengakuan dan identifikasi pengaruh negatif aktifitas bisnis perusahaan terhadap lingkungan dalam praktek akuntansi konvensional.
  2. Identifikasi,  mencari  dan  memeriksa  persoalan  bidang  garap  akuntansi konvensional  yang  bertentangan  dengan  kriteria  lingkungan  serta  memberikan alternatif solusinya.
  3. Melaksanakan  langkah-langkah  proaktif  dalam  menyusun  inisiatif  untuk memperbaiki lingkungan pada praktik akuntansi konvensional.
  4. Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan nonkeuangan, sistem pengendalian pendukung keputusan manajemen ramah lingkungan.
  5. Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan (revenue) apabila perusahaan  lebih  peduli  terhadap  lingkungan  dari  berbagai  program  perbaikanlingkungan.
  6. Pengembangan  format  kerja,  penilaian  dan  pelaporan  internal  maupun  eksternal perusahaan.
  7. Upaya perusahaan  yang  berkesinambungan,  akuntansi  kewajiban,  resiko, investasi biaya terhadap energi, limbah dan perlindungan lingkungan.
  8. Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan biaya dalam konteks non keuangan khususnya ekologi.

Di  tahun  1990,  sebuah polling pendapat di  Amerika  Serikat  (Bragdon  dan Donovan, 1990)  dan  beberapa  negara  (Choi,  1999) melaporkan  bahwa  kebanyakan orang  merasa bahwa  wacana  lingkungan  merupakan  hal yang  penting,  sehingga persyaratan  dan  standar untuk  itu  janganlah  dipersulit,  serta pengembangan lingkungan  yang  berkelanjutan haruslah terus  ditingkatkan  dengan  tentu  saja mempertimbangkan  kos-nya  (Bragdon  dan Donovan,  1990).  Hasil  dari polling pendapat ini  menyarankan  bahwa  stakeholders  fokus dalam  hal  perusahaan bertanggungjawab terhadap permasalahan lingkungan hidup. Banyak cara yang dapat dilakukan  oleh  perusahaan untuk  mengkomunikasikan  perhatian mereka  terhadap permasalahan lingkungan hidup ini, meliputi surat kabar, publikasi bisnis, televisi dan atau radio, serta laporan keuangan tahunan (Gamble, dkk., 1995).
Sofyan  Syafri  Harahap  dalam  bukunya  “Teori  Akuntansi”  (2001:  369) merangkum matode-metode pengukuran informasi yang akan dilaporkan dalam Socio Economic Reporting, antara lain :
1)      Menggunakan penelitian dengan menghitung “Opportunity Cost Approached”.
Misalnya  dalam  menghitung  environment  costs  dari  pembuangan,  maka  dihitung berapa kerugian manusia dalam hidupnya, berapa berkurangnya kekayaan, berapa kerusakan wilayah disekitar lokasi dan lain sebagainya akibat pembuangan limbah. Total kerugian itulah yang menjadi environment cost perusahaan.
2)      Menggunakan  hubungan  antara  kerugian, 
Misal  dengan  permintaan  untuk  barang perorangan dalam menghitung jumlah kerugian masyarakat.
3)        Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga.
Misalnya,  vonis  hakim  akibat  pengaduan  masyarakat  akan  kerusakan  lingkungan dapat juga dijadikan sebagai dasar perhitungan.
3.      University Social Responsibilty (USR)
Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal dengan istilah corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan (Angraini, 2006: 5).
Jika dalam ruang lingkup universitas, tanggung jawab social dikenal sebagai university social responsibility yang dimana universitas mempunyai tangung jawab kepada stakeholder universitas, yaitu karyawan, dosen, mahasiswa, dan masyarakat sekitar kampus. Seperti halnya CSR, USR juga berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Universitas sebagai entitas, tampaknya akan dibuat semakin strategis dalam menggunakan kebijakan publik yang mungkin menjadi ruang di belahan dunia, untuk memanfaatkan inovasi pendidikan yang tersedia untuk institusi dan mempengaruhi sustainable dan perubahan efektif dalam masyarakat langsung dan global. Dalam portal masyarakat “sustainable Groove” Richard Goosen mangusulkan bahwa universitas, pada kenyataannya, panggung untuk kegiatan kepemimpinan dan mereka dapat memilih untuk menjadi pengikut dalam prakarsa dalam korporasi atau  “seize the opportunity to be leaders and adopt CSR as a vital aspect of their competitive advantage” artinya "merebut kesempatan untuk menjadi pemimpin dan mengadopsi CSR sebagai aspek keunggulan kompetitif mereka "[15].
1.      Perhatian Lingkungan
Menurut Salim  (1982) dalam  Amiruddin  (2012),  kesadaran lingkungan  adalah  upaya  untuk  menumbuhkan  kesadaran  agar  tidak  hanya  tahu tentang  sampah,  pencemaran,  penghijauan,    dan  perlindungan  satwa  langka,  tetapi lebih dari pada itu semua, membangkitkan kesadaran lingkungan manusia  Indonesia khususnya pemuda masa kini agar mencintai tanah air. Neolaka (2008:18) dalam  Munif  (2012) menyatakan  bahwa  dasar  penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai saat ini berlaku  adalah  etika  lingkungan yang  didasarkan  pada  sistem  nilai  yang mendudukkan manusia bukan bagian dari alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur  alam.  Didalam  pendidikan  lingkungan  hidup,  konsep    mental  tentang manusia  sebagai  penakluk  alam  perlu  diubah  menjadi  manusia  sebagai  bagian  dari alam.  Dari teori-teori diatas maka dapat diberikan pengertian sebagai   berikut :
1.      Kesadaran adalah pengetahuan. Sadar sama dengan tahu. Pengetahuan tentang hal yang  nyata,  konkret,  dimaksudkan  adalah  pengetahuan  yang  mendalam (menggugah  jiwa),  tahu  sungguh-sungguh,  dan  tidak  salah. Tidak  asal mengetahui/tahu,  sebab  banyak  orang  tahu  pentingnya  lingkungan  hidup  tetapi belum tentu sadar karena tindakan/perilaku merusak lingkungan/tidak mendukung terciptanya kelestarian lingkungan hidup.
2.      Kesadaran  adalah bagian dari sikap  atau perilaku. Pengertian kesadaran  yang adadari  sikap  menjadi  benar  jika  setiap  perilaku  yang  ditunjukkan  terus  bertambah dan  menjadi  sifat  hidupnya. Contoh  yang  dikaitkan  dengan  lingkungan  yaitu terdapatnya  larangan  untuk  tidak  membuang  sampah  kesungai/saluran,  maka sebagai  manusia  yang  sadar  lingkungan  harus  mentaati  larangan  tersebut dengan tidak  membuang  sampah  ke sungai.  Dikatakan  demikian  karena  menurut  teori kesadaran  adalah  pengetahuan  dan  merupakan  bagian    dari sikap  atau  tindakan (Neolaka,2008 dalam Munif, 2012).
Hal  pertama  yang  dilakukan  perguruan tinggi  dalam  perencanaannya mengimplementasikan  Green Accounting  berbasis  University  Social Responsibility  adalah  membangun kesadaran  dan  komitmen  pentingnya USR.  Pada  variabel  ini  yang  diteliti adalah  kondisi-kondisi  yang menyebabkan  responden  perhatian  pada masalah lingkungan hidup. Kondisi yang akan  disajikan  dalam  kuesioner  untuk menilai  green  accounting  berbasis  USR adalah:
1)        Adanya  peraturan  mengenai lingkungan hidup.
2)        Filosofi  dari  pimpinan  perguruan tinggi.
3)        Adanya sugesti dari asosiasi perusahaan lain.
4)        Adanya sugesti dari diri sendiri.
5)        Adanya sugesti dari komunitas lingkungannya.
2.      Tanggungjawab Lingkungan
Tanggung  Jawab  Sosial  dan  Lingkungan  adalah  komitmen  Perseroan  untuk berperan  serta  dalam  pembangunan  ekonomi  berkelanjutan  guna  meningkatkan kualitas  kehidupan  dan  lingkungan  yang  bermanfaat,  baik  bagi  Perseroan sendiri, komunitas  setempat,  maupun  masyarakat  pada  umumnya. 
Tentang tanggungjawab sosial  dan  lingkungan  diatur  secara  spesifik  dalam  Pasal  74  UU  Nomor  40  Tahun 2007:
1.      Perseroan  yang  menjalankan  kegiatan  usahanya  di  bidang  dan/atau  berkaitan dengan  sumber  daya  alam  wajib  melaksanakan  Tanggung  Jawab  Sosial  dan Lingkungan.
2.      Tanggung  Jawab  Sosial  dan Lingkungan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) merupakan  kewajiban  Perseroan  yang  dianggarkan  dan  diperhitungkan  sebagai biaya  Perseroan  yang  pelaksanaannya  dilakukan  dengan  memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3.      Perseroan  yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5.      Ketentuan  dalam  pasal  ini  bertujuan  untuk  menciptakan  hubungan  yang selaras,  serasi  dan  seimbang  sesuai  dengan  lingkungan,  nilai,  norma,  dan  budaya masyarakat setempat.
Tanggung  jawab  sosial  perusahaan  timbul  sebagai  respon  atau  tindakan proaktif  yang  dilakukan  oleh  perusahaan  terhadap  harapan masyarakat  atas pelaksanaan  kegiatan  yang  dilakukan.  Perkembangan  harapan  masyarakat  melalui tiga  tahap  penting  yaitu,  pertama,  harapan  masyarakat  hanya  terbatas  pada  masalah fungsional  ekonomi  tradisional;  kedua,  masyarakat  mengakui  tangung  jawab perusahaan  untuk  melakukan  fungsi  ekonomi  dengan  kesadaran  atas  perubahan tujuan,  nilai  dan  permintaan  sosial;  ketiga,  masyarakat  mengharapkan perusahaan membantu pencapaian tujuan masyarakat.
Tanggung  Jawab  Sosial  dan  Lingkungan  adalah  komitmen  Perseroan  untuk berperan  serta  dalam  pembangunan  ekonomi  berkelanjutan  guna  meningkatkan kualitas  kehidupan  dan  lingkungan  yang  bermanfaat,  baik  bagi  Perseroan  sendiri, komunitas  setempat,  maupun  masyarakat  pada  umumnya.  Tentang  tanggungjawab sosial  dan  lingkungan  diatur  secara  spesifik  dalam  Pasal  74  UU  Nomor  40  Tahun 2007:
1)      Perseroan  yang  menjalankan  kegiatan  usahanya  di  bidang  dan/atau  berkaitan dengan  sumber  daya  alam  wajib  melaksanakan  Tanggung  Jawab  Sosial  dan Lingkungan.
2)      Tanggung  Jawab  Sosial  dan Lingkungan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
3)      merupakan  kewajiban  Perseroan  yang  dianggarkan  dan  diperhitungkan  sebagai biaya  Perseroan  yang  pelaksanaannya  dilakukan  dengan  memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
4)      Perseroan  yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3.      Pelaporan Lingkungan
Baik  teori Stakeholder dan  teori  Ekonomi-CSR  berimplikasi  bahwa  para stakeholders  perlu  mengevaluasi  sejauh  mana  perusahaan  telah  melaksanakan perannya  sesuai  keinginan stakeholders.  Konsumen,  misalnya, perlu  mengetahui apakah produk yang dijual perusahaan tidak menggunakan kayu dari  illegal logging atau  menggunakan  teknologi  produksi  yang  menyebabkan  polusi. Sama  halnya dengan  profitabilitas  perusahaan  yang  bervariasi    tergantung  pada  efektivitas pengelolaanya,  efektivitas  kegiatan  CSR  juga  bervariasi  tergantung  pada pengelolaannya.  Dengan  demikian,  para  stakeholders  menuntut  adanya akuntabilitas perusahaan  atas  kegiatan  CSR  yang  dilaksanakannya.  Adanya  akuntabilitas  menjadi semakin  penting  mengingat  terdapatnya  informasi  asimetri  antara  para    stakeholders dan  manajemen  perusahaan  tersebut.  Informasi  yang  dimiliki  stakeholders  terbatas pada  informasi  publik  atau  informasi  yang  disampaikan ke mereka, sedangkan manajemen perusahaan memiliki informasi yang lengkap mengenai perusahaan.
Dalam USR, keberadaan informasi asimetri, jika dibiarkan terjadi, pada akhirnya dapat menyebabkan adverse selection maupun moral hazard, dengan konsekuensi perusahaan tidak melaksanakan kegiatan USR. Jika tidak ada pelaporan dan pengungkapan kegiatan USR yang obyektif, maka stakeholders tidak akan dapat membedakan universitas yang melakukan kegiatan USR maupun tidak. Akibatnya, stakeholders tidak dapat memberikan penghargaan (sanksi) bagi universitas yang melaksanakan (tidak  melaksanakan) USR. Dengan tidak berjalannya mekanisme penghargaan-sanksi maka perusahaan tidak akan termotivasi melaksanakan USR (terjadi adverse  selection).  Dalam CSR, keberadaan  informasi  asimetri  juga  menyebabkan para stakeholders tidak dapat mengobservasi tindakan atau upaya  perusahaan dalam melaksanakan  CSR. Karena tidak diobservasi maka perusahaan  akan mengambil tindakan yang menguntungkan dirinya. Analoginya sama dengan pemilik modal yang perlu mengevaluasi sejauh mana modal yang diinvestasikan di  perusahaan telah dikelola oleh manajemen perusahaan dengan efisien dan efektif.
Pengertian ’kegiatan CSR’ adalah dalam arti luas, tidak saja kegiatan yang bersifat philantrophy tetapi kegiatan usaha perusahaan yang dijalankan dengan  memperhatikan dampaknya terhadap sosial dan lingkungan. Tapi merugikan    stakeholders lainnya (misalnya menghasilkan makanan dengan proses produksi di  bawah standar mutu). Fenomena ini disebut sebagai moral hazard.
Akuntabilitas dapat dipenuhi dan informasi asimetri dapat dikurangi jika universitas melaporkan dan mengungkapkan kegiatan USRnya ke para stakeholders. Dengan pelaporan dan pengungkapan USR, para stakeholders akan dapat mengevaluasi bagaimana pelaksanaan USR dan memberikan penghargaan atau sanksi terhadap universitas sesuai hasil evaluasinya. Dengan demikian, seperti dikemukakan oleh Cooper dan Owen (2007) akuntabilitas tidak hanya mencakup adanya pelaporan dari manajemen perusahaan, tetapi juga mencakup adanya kemampuan atau kekuatan (power)  dari stakeholders untuk  menuntut  akuntabilitas pihak  manajemen  dan kemampuan memberikan penghargaan atau sanksi sesuai kinerja manajemen. Konsisten  dengan  argumen  di  muka,  maka  pelaporan  sosial  dan  lingkungan perusahaan dapat didefinisikan sebagai berikut:
The process of communicating the social and environmental effects of  organizations’ economic actions to particular interest groups within society and to society at large. As  such,  it  involves  extending  the  accountability  of  organisations  (particularly companies), beyond the traditional role of providing a financial account to owners of capital,  in  particular,  shareholders.  Such  an  extension    is  predicated  upon  the assumption that companies do have wider responsibilities than simply to make money for their shareholders (Gray et al, 1996 dalam Musyarofah 2013).
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sisten informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perguruan tinggi. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban atas ketersediaan laporan kinerja lingkungan hidup entitas meliputi:
1)      Penelusuran terhadap kos aktivitas lingkungan.
2)      Terdapat pertimbangan aspek lingkungan dalam keputusan investasi ataupun pertukaran.
3)      Proses desain produk dipengaruhi oleh pertimbangan aspek lingkungan.
4)      Proses desain produk dipengaruhi oleh pelanggan dan stakeholders lainnya.
5)      Selalu berusaha untuk memenuhi standar lingkungan hidup.
6)      Selalu berusaha untuk mematuhi standar lingkungan hidup.
7)      Selalu mendukung tercapainya pertumbuhan laba yang berkelanjutan.
8)      Mengidentifikasi  bahan  baku  produk yang membahayakan lingkungan.
9)      Laporan kinerja dipublikasikan.
10)  Laporan  kinerja  lingkungan  hidup melampiri publikasi.
4.      Audit Lingkungan
Langkah  terakhir  adalah  untuk memastikan  apakah  kinerja  progam konservasi  lingkungan  hidup  yang dilakukan  sudah  berjalan  efektif  dan efisien  diperlukan  audit  kinerja lingkungan.  Variabel  yang  terakhir  ini diukur  berdasarkan  jawaban  atas ketersediaan  laporan  audit  kinerja lingkungan  hidup  perguruan  tinggi  yang meliputi:
1.      Terdapat  laporan  audit  mengenai green accounting di perguruan tinggi
2.      Terdapat  satuan  pengawas  internal (SPI)  mengenai  green  accounting  di perguruan tinggi.
C.    KESIMPULAN
Dalam kondisi sekarang ini, hal yang paling penting dan menarik adalah agenda  pengembangan akuntansi lingkungan sebagai konsep elaborasi yang berkelanjutan yang  nantinya diharapkan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Redclift (1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan yang berkelanjutan adalah  meng-krompromi-kan antara sumber daya alam yang terbatas ini dengan pencapaian tujuan ekonomi. Sustainability merupakan hubungan yang erat antara ekonomi,  lingkungan dan sosial. Untuk  itu, akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini, akan membutuhkan penyesuaian antara akuntansi konvensional dengan kebutuhan sosial di sekitarnya. Akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini adalah memberikan informasi berupa kalkulasi berapa biaya yang  perlu  dikeluarkan  oleh  perusahaan agar  produk/jasa  yang  dihasilkannya merupakan  produk/jasa  yang  ramah  lingkungan, aman  dikonsumsi  ataupun digunakan.
Menurut Teoh dan Thong (1986) dalam Yousef (2003) Perusahaan dikatakan ikut  andil  dalam  menjaga  lingkungan  hidup  di  sekitar  perusahaannya,  yaitu  jika perusahaan itu haruslah memiliki perhatian terhadap permasalahan lingkungan hidup itu  sendiri. Jika  sudah,  maka  keterlibatan  terhadap  permasalahan  lingkungan  hidup diperlukan  dalam  memenuhi  tanggung  jawab  lingkungan  hidupnya. Hal  ini  harus diikuti  dengan  pelaporan  permasalahan  lingkungan  hidup  di  sekitar  perusahaan terutama  kinerja  perusahaan  dalam  mengatasi  dampak  keberadaan  perusahaan tersebut  di  lingkungan  hidup  sekitarnya.  Tahapan  ini  akan  sempurna  jika  pada akhirnya  dapat  dilakukan  audit  lingkungan  untuk  perusahaannya  yang  mengukur kinerja  lingkungannya.  Dari  sini,  setidaknya  ada  empat  level  progresif  dalam  hal tanggung  jawab  lingkungan hidup  suatu perusahaan,  yakni;  perhatiannya terhadap permasalahan  lingkungan (environmental awareness), pelaporan  permasalahan lingkungan (environmental reporting) dan audit lingkungan (environmental audit).
Begitu juga dalam ruang lingkup Universitas. Dengan dasar Tri Dharma perguruan tingginya yaitu; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat, Universitas wajib melaporkan melakukan Green Accounting terhadap permasalahan lingkungan di Universitas, karena Universitas harus ikut andil dalam menjaga kelestarian lingkungan disekitarnya.
Makalah ini memperoleh materi dari berbagai Literature review. Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan kesimpulan dalam makalah ini yang diperoleh dari peneliti-peniliti yang melakukan penelitian green accounting berbasis univesity social responsibility di Universitas:
     A.    Pada penelitian Sari dan Hadiprajitno (2013) yang berjudul Pengawasan Implementasi “Green Accounting” Berbasis University Social Responsbility di Universitas Negeri Semarang serta Studi Komparasi Universitas Se-Kota Semarang menghasilkan H1 yaitu tanggung jawab terhadap lingkungannya di tinjau dari segi probabilitasnya tidak diterima dan secara parcial diterima. Sedangkan secara parsial H2 yaitu environmental awareness, H4 yaitu environmental reporting, dan H5 environmental audit tidak diterima dan secara probabilitasnya diterima, sedangkan H3 Environmental involvement diterima.
     B.     Astiti (2014) meneliti tentang Pengawasan Implementasi “Green Accounting” Berbasis University Social Responsibility di Universitas Negeri Yogyakarta menyimpulkan bahwa kepedulian  lingkungan  pihak Universitas  Negeri  Yogyakarta  terkait green  accounting  berbasis  university social  responsibility  (USR)  dinilai tinggi.    Terbukti  dengan  hasil  penelitian yang  menunjukan  50%  berada  pada kecenderungan kategori tinggi, sedangkan pada keterlibatan, pelaporan dan audit lingkungan  UNY di nilai rendah karena dibuktikan dengan hasil yang diperoleh dari koresponden sebesar 52%, 42%, dan 44% berada dikategori rendah.
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diketahui bahwa Universitas dapat melakukan tanggung jawab sosial untuk terciptanya going concern pada Universitas. Tetapi, terdapat hasil yang menyimpulkan bahwa tingkat pelaporan lingkungan dan audit lingkungan tidak terjadi transparansi sehingga responden tidak mengetahui apakah terdapat pelaporan lingkungan dan audit lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA
Adams,  C.,  dan  A.  Zutshi.  2004. Corporate  social  responsibility:  Why  business should  act responsibly  and  be  accountable. Australian  Accounting Review. Vol. 14 No. 3, 31-39.
Amiruddin.  2012.  Etika  Lingkungan  Dalam  Pengelolaan  Lingkungan  Hidup. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Sriwijaya Palembang.
Arikunto,  Suharsimi.  2007. Prosedur  Penelitian  Suatu  Pendekatan  Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Astiti, Widhiyanti .2014. IMPLEMENTASI GREEN ACCOUNTING BERBASIS UNIVERSITY SOCIAL RESPONSIBILITY (USR) DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA. Jurnal Nominal.Vol.III No. 2 Tahun 2014
Ball,  A.  (2005).  “Environmental;  accounting and  change  in  UK  local government”. Accounting,  Auditing  &  Accountability Journal.  Vol.  18, No., pp. 46-373.
Bebbington, J. (1997). “Engagement, education,and sustainability”.  Accounting,Auditing & Accountability Journal.Volume 10. No 3., pp.365- 381.
Belkaoui, A. R. and Picur, R.D. (1991). “Cul-tural  determinism  and  the  perception of  accounting  concepts”.  The  Inter-national  Journal  of  Accounting.,  26: 118-130.
Choi,  J.S.  (1999).  “An investigation  of  the initial  voluntary  environmental disclosures made  in  Korean  semi-annual financial  report”. Pacific Accounting Review. Palmerston North, June, Vol. 11, Iss. 1; pp. 73.
Cooper, C. (1992). “The non and nom of accounting for (m)other nature”. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 5 No.3, pp. 16-  39.
Dunk,  A.S.  2002.  “Product  Quality,  Environmental  Accounting  and  Quality Performance”. Accounting,  Auditing  & Accountability  Journal. Vol.  15 No. 5, pp. 719-732. MCB Up Limited.
Ferreira,  Clementina.  2004. Environmental  accounting:  the  Portuguese  case, Management of Environmental. Vol. 15, No. 6.
Gamble,  G.O et  al. (1995).  “Environmental disclosures  in  annual  reports  and 10Ks: An  Examination”. Accounting  Horizons. Sarasota,  September. Vol. 9. Iss. 3, pp. 34.
Gray, R., Kouhy, R. and Lavers S. (1995).“Corporate Social andEnvironmental Reporting : A Review of the Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure”. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 8, 47-77.
Mehenna, Y. and Vernon P. D., (2004). “Environmental Accounting : An Essential Component Of Business Strategy”.  Business Strategy and the Environment. Bus. Strat. Env. 13, 65–77.
Musyarofah, Siti .2013. Analisis Penerapan Green Accounting di Kota Semarang. Journal AAJ 2 (3)(2013), Universitas Negeri Semarang.
Sari, M. P dan Hadiprajitno, P. B. 2013. Pengawasan Implementasi “GREEN ACCOUNTING” Berbasis University Social Responsbility (USR) di Universitas Negeri SemarangSerta Studi Komparasi Universitas Se-Kota Semarang. Jurnal Akuntansi & Auditing. Vol. 9 No.2:169-198.
Sekaran,  Uma.  2006. Research  Method  for  Business,  4  ed.  USA:  John  Wiley  & Sons,Inc
Wiedmann,  T.  and  Manfred,  L.  (2006). “Third  Annual  International  Sustainable Development  Conference  Sustainability – Creating  the  Culture”.  15-16 November 2006, Perth, Scotland.


1 komentar: