PENGGUNAAN “GREEN ACCOUNTING”
BERBASIS UNIVERSITY SOCIAL RESPONSBILITY (USR) DI TINGKAT UNIVERSITAS
(Berdasarkan Penelitian Widhiyanti Astiti)

MAKALAH
DISUSUN OLEH :
MUH. RIZQI ANDRIYANTO
B200122011
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A.
LATAR BELAKANG
Green accounting adalah jenis
akuntansi lingkungan yang menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat
lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi atau suatu hasil
keuangan usaha. Green Accounting menggambarkan upaya untuk menggabungkan
manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi. Green accounting
berkaitan dengan informasi lingkungan dan sistem audit lingkungan. Peran utama green
accounting adalah untuk mengatasi masalah lingkungan sosial dan mungkin
memiliki dampak pada pencapaian pembangunan berkelanjutan dan lingkungan di
negara manapun dan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam menghadapi isu-isu
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu, green accounting juga
digunakan sebagai upaya perusahaan untuk membantu dalam mencapai tujuan
perusahaan terhadap tanggung jawab kepada stakeholder perusahaan.
Implementasi green accounting berbasis corporate social responsibilities (CSR) mulai
marak diimplemetasikan di Indonesia. Perubahan paradigma dan orientasi
perusahaan yang memperhatikan semua pihak yang berkepentingan memberikan dampak
pada peran tanggung jawab sosial perusahaan yang disebut corporate social
responsibilities (CSR). CSR pada dasarnya merupakan suatu mekanisme organisasi
untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatiannya terhadap lingkungan dan
masyarakat ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang
melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum.
Pada perguruan tinggi, tanggungjawab sosial perguruan tinggi
disebut dengan istilah University Social
Responsibilities (USR), pada dasarnya merupakan suatu kebijakan etis yang
mempengaruhi kualitas kinerja komunitas perguruan tinggi yang meliputi
mahasiswa, pengelola, pengajar dan seluruh karyawan perguruan tinggi melalui
manajemen yang bertanggungjawab terhadap dampak pendidikan, kognitif,
ketenagakerjaan dan lingkungan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi melalui
suatu dialog interaktif dengan masyarakat dalam rangka menghasilkan pembangunan
manusia yang berkesinambungan (Maylia
Pramono Sari dan Paulus Basuki
Hadiprajitno, 2013: 178).
Di Indonesia standar akuntansi yang dipakai sebagai acuan belum
mewajibkan perguruan tinggi untuk mengungkapkan informasi sosial yang berkaitan
dengan kegiatan yang dilaksanakan, khususnya dalam tanggungjawab perguruan
tinggi terhadap dampak lingkungan akibat
dari kegiatan yang dilakukan. Ketidakwajiban ini menyebabkan pihak perguruan tinggi akan mempertimbangkan
manfaat dan kerugian yang akan diperoleh sebelum memutuskan untuk mengungkapkan
informasi sosial tersebut. Pihak perguruan tinggi akan mengungkapkan informasi
sosial apabila manfaat pengungkapkan informasi sosial tersebut dinilai lebih
besar dibandingkan kerugiannya. Namun alangkah bijaksana apabila pihak
perguruan tinggi tidak hanya mementingkan kepentingan internal semata, namun
kepentingan pihak-pihak lain seperti mahasiswa, karyawan, dosen, dan masyarakat
yang terkena dampak lingkungan dan sosial kegiatan perguruan tinggi baik secara langsung maupun tidak langsung juga
harus diperhatikan dan ikut diperhitungkan.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Teori
Legistimasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa
organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa
mereka melakukan kegiatan
sesuai dengan batasan
dan norma-norma masyarakat dimana
mereka berada. Legitimasi dapat
dianggap sebagai menyamakan
persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh suatu
entitas adalah merupakan
tindakan yang diinginkan, pantas
ataupun sesuai dengan
sistem norma, nilai,
kepercayaan atau definisi yang
dikembangkan secara sosial.
Mencapai tujuan ini organisasi berusaha
untuk mengembangkan keselarasan
antara nilai-nilai sosial
yang dihubungkan atau
diimplikasikan dengan
kegiatannya dan norma-norma
dari perilaku yang
diterima dalam sistem
sosial yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi
bagiannya.
Implikasi teori legitimasi terhadap
pertanggungjawaban perusahaan
terkait permasalahan lingkungan
hidup yaitu bahwa
pengungkapan tanggungjawab sosial dilakukan perusahaan dalam upayanya
untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana perusahaan
itu berada. Legitimasi
ini pada tahapan
berikutnya akan mengamankan perusahaan
dari hal-hal yang
tidak diinginkan. Lebih
jauh lagi legitimasi ini
akan meningkatkan reputasi
perusahaan yang pada
akhirnya akanberpengaruh pada
nilai perusahaan tersebut.
2.
Green
Accounting
Pengertian Akuntansi
lingkungan menurut United States
Environment Protection
Agency (US-EPA), Green Accounting is identifying and
measuring the cost of environmental
materials and activities and
using this information
for environmental management decisions.
The purpose is to recognize and seek to mitigate the negative
environmental effects of activities
and sistems (Memorandum
US-EPA, 1995: 20). Jadi, menurut US-EPA green accounting
adalah mengidentifikasi dan mengukur biaya dari material dan aktivitas dan
menggunakan informasi ini untuk keputusan manajemen lingkunan. Tujuannya adalah
mengenal dan mencoba untuk mengurangi dampak lingkungan negatif dari aktivitas
dan sistem. Jadi dalam hal akuntansi lingkungan perusahaan tidak hanya
merangkum hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan
lingkungannya. Selain itu, perusahaan
juga dituntut untuk memberikan
informasi yang transparan, organisasi
yang akuntabel serta tata
kelola perusahaan yang semakin bagus (Good Corporate
Gover-nance), sehingga perusahaan
dipaksa untuk memberikan informasi
mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai
sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan
aktivi-tas sosialnya sehingga
hak masyarakat untuk hidup
aman, tentram dan
kese-jahteraan karyawan terpenuhiManakala gerakan
peduli lingkungan (green
movement) melanda dunia, akuntansi berbenah
diri agar siap
menginternalisasi berbagai eksternalitas
yang muncul sebagai konsekuensi
proses industri, sehingga
lahir istilah green accounting atau akuntansi
lingkungan (environmental accounting).
Demikian pula waktu sebagian industri
mulai menunjukkan wajah
sosialnya (capitalism withhuman
face), yang ditunjukkan dengan perhatian pada employees dan
aktivitas-aktivitas community development, serta perhatian pada stakeholders lain, akuntansi
mengakomodasi perubahan tersebut
dengan memunculkan wacana
akuntansi sosial (social responsibilty accounting). Sejak memahami
akuntansi sebagai bagian
dari fungsi service baik sosial,
budaya, ekonomi bahkan
politik, maka banyak
faktor mempengaruhi akuntansi itu sendiri. Belkoui dan Ronald (1991)
dalam Susilo (2008) menjelaskan
bahwa budaya merupakan
faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan
struktur bisnis dan
lingkungan social, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi akuntansi.
Akuntansi lingkungan
kerapkali dikelompokkan
dalam wacana akun-tansi sosial. Hal ini terjadi karena kedua
diskursus (akuntansi lingkungan
dan akuntansi sosial) tersebut memiliki tuju-an yang
sama, yaitu menginternalisasi eksternalitas (eksternalitas lingkungan sosial dan
lingkungan ekologis), baik positif
maupun negatif, ke
dalam laporan keuangan perusahaan.
Serupa dengan akuntansi sosial,
akuntansi lingkungan juga menemui
kesulitan dalam pengukuran nilai cost and benefit eksternalitas yang
muncul dari proses industri. Bukan
hal yang mudah
untuk mengukur kerugian yang diterima
masyarakat sekitar dan
lingkungan ekologis yang ditimbulkan polusi udara, limbah cair,
kebocoran tabung amoniak, kebocoran
tabung nuklir atau
ekster-nalitas lain.
Akuntansi
lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur aspek penting dari kegiatan
sosial ekonomi perusahaan
dalam rangka memelihara
kualitas lingkungan hidup sesuai
dengan tujuan yang
telah ditetapkan (Haniffa,
2002 dalam Wahyudi 2012).
Sehingga perusahaan tidak
bisa seenaknya untuk
mengolah sumber daya tanpa
memperhatikan dampaknya terhadap
masyarakat. Pemahaman sifat dan relevansi akuntansi lingkungan sangat
beragam tergantung perspektif para profesional dan orientasi fungsional para
praktisi. Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi lingkungan adalah
sebagai berikut:
- Pengakuan dan identifikasi pengaruh negatif aktifitas bisnis perusahaan terhadap lingkungan dalam praktek akuntansi konvensional.
- Identifikasi, mencari dan memeriksa persoalan bidang garap akuntansi konvensional yang bertentangan dengan kriteria lingkungan serta memberikan alternatif solusinya.
- Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun inisiatif untuk memperbaiki lingkungan pada praktik akuntansi konvensional.
- Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan nonkeuangan, sistem pengendalian pendukung keputusan manajemen ramah lingkungan.
- Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan (revenue) apabila perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan dari berbagai program perbaikanlingkungan.
- Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan internal maupun eksternal perusahaan.
- Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi kewajiban, resiko, investasi biaya terhadap energi, limbah dan perlindungan lingkungan.
- Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan biaya dalam konteks non keuangan khususnya ekologi.
Di tahun
1990, sebuah polling pendapat
di Amerika Serikat
(Bragdon dan Donovan, 1990) dan
beberapa negara (Choi,
1999) melaporkan bahwa kebanyakan orang merasa bahwa
wacana lingkungan merupakan
hal yang penting, sehingga persyaratan dan
standar untuk itu janganlah
dipersulit, serta pengembangan
lingkungan yang berkelanjutan haruslah terus ditingkatkan
dengan tentu saja mempertimbangkan kos-nya
(Bragdon dan Donovan, 1990).
Hasil dari polling pendapat
ini menyarankan bahwa
stakeholders fokus dalam hal
perusahaan bertanggungjawab terhadap permasalahan lingkungan hidup. Banyak
cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan perhatian mereka terhadap permasalahan lingkungan hidup ini,
meliputi surat kabar, publikasi bisnis, televisi dan atau radio, serta laporan
keuangan tahunan (Gamble, dkk., 1995).
Sofyan Syafri
Harahap dalam bukunya
“Teori Akuntansi” (2001:
369) merangkum matode-metode pengukuran informasi yang akan dilaporkan
dalam Socio Economic Reporting, antara lain :
1)
Menggunakan
penelitian dengan menghitung “Opportunity Cost Approached”.
Misalnya dalam menghitung
environment costs dari
pembuangan, maka dihitung berapa kerugian manusia dalam
hidupnya, berapa berkurangnya kekayaan, berapa kerusakan wilayah disekitar
lokasi dan lain sebagainya akibat pembuangan limbah. Total kerugian itulah yang
menjadi environment cost perusahaan.
2)
Menggunakan hubungan
antara kerugian,
Misal dengan permintaan
untuk barang perorangan dalam
menghitung jumlah kerugian masyarakat.
3)
Menggunakan
reaksi pasar dalam menentukan harga.
Misalnya, vonis hakim
akibat pengaduan masyarakat
akan kerusakan lingkungan dapat juga dijadikan sebagai dasar
perhitungan.
3.
University
Social Responsibilty (USR)
Akuntansi pertanggungjawaban sosial
dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk akuntansi
pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal dengan istilah corporate social
responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Laporan akuntansi
pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai
laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian
perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk
memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan
kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi
variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur
pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat
untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi
tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar
perusahaan (Angraini, 2006: 5).
Jika dalam
ruang lingkup universitas, tanggung jawab social dikenal sebagai university
social responsibility yang dimana universitas mempunyai tangung jawab kepada stakeholder
universitas, yaitu karyawan, dosen, mahasiswa, dan masyarakat sekitar kampus.
Seperti halnya CSR, USR juga berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak
yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.
Universitas sebagai entitas, tampaknya akan dibuat semakin strategis dalam
menggunakan kebijakan publik yang mungkin menjadi ruang di belahan dunia, untuk
memanfaatkan inovasi pendidikan yang tersedia untuk institusi dan mempengaruhi
sustainable dan perubahan efektif dalam masyarakat langsung dan global. Dalam
portal masyarakat “sustainable Groove” Richard Goosen mangusulkan bahwa
universitas, pada kenyataannya, panggung untuk kegiatan kepemimpinan dan mereka
dapat memilih untuk menjadi pengikut dalam prakarsa dalam korporasi atau “seize the opportunity to be leaders and
adopt CSR as a vital aspect of their competitive advantage” artinya
"merebut kesempatan untuk menjadi pemimpin dan mengadopsi CSR sebagai
aspek keunggulan kompetitif mereka "[15].
1. Perhatian Lingkungan
Menurut Salim (1982) dalam
Amiruddin (2012), kesadaran lingkungan adalah
upaya untuk menumbuhkan
kesadaran agar tidak
hanya tahu tentang sampah,
pencemaran, penghijauan, dan
perlindungan satwa langka,
tetapi lebih dari pada itu semua, membangkitkan kesadaran lingkungan
manusia Indonesia khususnya pemuda masa
kini agar mencintai tanah air. Neolaka (2008:18) dalam Munif
(2012) menyatakan bahwa dasar
penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan
yang sampai saat ini berlaku adalah etika
lingkungan yang didasarkan pada
sistem nilai yang mendudukkan manusia bukan bagian dari
alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur alam.
Didalam pendidikan lingkungan
hidup, konsep mental
tentang manusia sebagai penakluk
alam perlu diubah
menjadi manusia sebagai
bagian dari alam. Dari teori-teori diatas maka dapat diberikan
pengertian sebagai berikut :
1. Kesadaran adalah pengetahuan. Sadar sama
dengan tahu. Pengetahuan tentang hal yang
nyata, konkret, dimaksudkan
adalah pengetahuan yang
mendalam (menggugah jiwa), tahu
sungguh-sungguh, dan tidak
salah. Tidak asal
mengetahui/tahu, sebab banyak
orang tahu pentingnya
lingkungan hidup tetapi belum tentu sadar karena tindakan/perilaku
merusak lingkungan/tidak mendukung terciptanya kelestarian lingkungan hidup.
2. Kesadaran
adalah bagian dari sikap atau
perilaku. Pengertian kesadaran yang
adadari sikap menjadi
benar jika setiap
perilaku yang ditunjukkan
terus bertambah dan menjadi
sifat hidupnya. Contoh yang
dikaitkan dengan lingkungan
yaitu terdapatnya larangan untuk
tidak membuang sampah
kesungai/saluran, maka sebagai manusia
yang sadar lingkungan
harus mentaati larangan
tersebut dengan tidak membuang
sampah ke sungai. Dikatakan
demikian karena menurut
teori kesadaran adalah pengetahuan
dan merupakan bagian
dari sikap atau tindakan (Neolaka,2008 dalam Munif, 2012).
Hal pertama
yang dilakukan perguruan tinggi dalam
perencanaannya mengimplementasikan
Green Accounting berbasis University
Social Responsibility adalah membangun kesadaran dan
komitmen pentingnya USR. Pada
variabel ini yang
diteliti adalah
kondisi-kondisi yang
menyebabkan responden perhatian
pada masalah lingkungan hidup. Kondisi yang akan disajikan
dalam kuesioner untuk menilai
green accounting berbasis
USR adalah:
1)
Adanya peraturan
mengenai lingkungan hidup.
2)
Filosofi dari
pimpinan perguruan tinggi.
3)
Adanya
sugesti dari asosiasi perusahaan lain.
4)
Adanya
sugesti dari diri sendiri.
5)
Adanya
sugesti dari komunitas lingkungannya.
2. Tanggungjawab Lingkungan
Tanggung
Jawab Sosial dan
Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.
Tentang tanggungjawab sosial dan
lingkungan diatur secara
spesifik dalam Pasal
74 UU Nomor
40 Tahun 2007:
1. Perseroan
yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
2. Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
3. Perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan
dalam pasal ini
bertujuan untuk menciptakan
hubungan yang selaras, serasi
dan seimbang sesuai
dengan lingkungan, nilai,
norma, dan budaya masyarakat setempat.
Tanggung jawab sosial
perusahaan timbul sebagai
respon atau tindakan proaktif yang
dilakukan oleh perusahaan
terhadap harapan masyarakat atas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan. Perkembangan
harapan masyarakat melalui tiga
tahap penting yaitu,
pertama, harapan masyarakat
hanya terbatas pada
masalah fungsional ekonomi tradisional;
kedua, masyarakat mengakui
tangung jawab perusahaan untuk
melakukan fungsi ekonomi
dengan kesadaran atas
perubahan tujuan, nilai dan
permintaan sosial; ketiga,
masyarakat mengharapkan
perusahaan membantu pencapaian tujuan masyarakat.
Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan
adalah komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada
umumnya. Tentang tanggungjawab sosial dan
lingkungan diatur secara
spesifik dalam Pasal
74 UU Nomor
40 Tahun 2007:
1)
Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya
di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan.
2)
Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1)
3)
merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya
Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
4)
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Pelaporan Lingkungan
Baik
teori Stakeholder dan teori Ekonomi-CSR
berimplikasi bahwa para stakeholders perlu
mengevaluasi sejauh mana
perusahaan telah melaksanakan perannya sesuai
keinginan stakeholders.
Konsumen, misalnya, perlu mengetahui apakah produk yang dijual
perusahaan tidak menggunakan kayu dari
illegal logging atau
menggunakan teknologi produksi
yang menyebabkan polusi. Sama
halnya dengan profitabilitas perusahaan
yang bervariasi tergantung
pada efektivitas
pengelolaanya, efektivitas kegiatan
CSR juga bervariasi
tergantung pada
pengelolaannya. Dengan demikian,
para stakeholders menuntut
adanya akuntabilitas perusahaan
atas kegiatan CSR
yang dilaksanakannya. Adanya
akuntabilitas menjadi
semakin penting mengingat
terdapatnya informasi asimetri
antara para stakeholders dan manajemen
perusahaan tersebut. Informasi
yang dimiliki stakeholders
terbatas pada informasi publik
atau informasi yang
disampaikan ke mereka, sedangkan manajemen perusahaan memiliki informasi
yang lengkap mengenai perusahaan.
Dalam USR, keberadaan informasi asimetri,
jika dibiarkan terjadi, pada akhirnya dapat menyebabkan adverse selection maupun moral hazard, dengan konsekuensi
perusahaan tidak melaksanakan kegiatan USR. Jika tidak ada pelaporan dan
pengungkapan kegiatan USR yang obyektif, maka stakeholders tidak akan dapat membedakan universitas yang melakukan
kegiatan USR maupun tidak. Akibatnya, stakeholders
tidak dapat memberikan penghargaan (sanksi) bagi universitas yang melaksanakan
(tidak melaksanakan) USR. Dengan tidak
berjalannya mekanisme penghargaan-sanksi maka perusahaan tidak akan termotivasi
melaksanakan USR (terjadi adverse
selection). Dalam CSR,
keberadaan informasi asimetri
juga menyebabkan para stakeholders
tidak dapat mengobservasi tindakan atau upaya
perusahaan dalam melaksanakan
CSR. Karena tidak diobservasi maka perusahaan akan mengambil tindakan yang menguntungkan
dirinya. Analoginya sama dengan pemilik modal yang perlu mengevaluasi sejauh
mana modal yang diinvestasikan di
perusahaan telah dikelola oleh manajemen perusahaan dengan efisien dan
efektif.
Pengertian ’kegiatan CSR’ adalah dalam
arti luas, tidak saja kegiatan yang bersifat philantrophy tetapi kegiatan usaha
perusahaan yang dijalankan dengan
memperhatikan dampaknya terhadap sosial dan lingkungan. Tapi
merugikan stakeholders lainnya (misalnya menghasilkan makanan dengan proses
produksi di bawah standar mutu).
Fenomena ini disebut sebagai moral hazard.
Akuntabilitas dapat dipenuhi dan informasi asimetri
dapat dikurangi jika universitas melaporkan dan mengungkapkan kegiatan USRnya
ke para stakeholders. Dengan pelaporan dan pengungkapan USR, para stakeholders
akan dapat mengevaluasi bagaimana pelaksanaan USR dan memberikan penghargaan
atau sanksi terhadap universitas sesuai hasil evaluasinya. Dengan demikian,
seperti dikemukakan oleh Cooper dan Owen (2007) akuntabilitas tidak hanya
mencakup adanya pelaporan dari manajemen perusahaan, tetapi juga mencakup
adanya kemampuan atau kekuatan (power)
dari stakeholders untuk
menuntut akuntabilitas pihak manajemen
dan kemampuan memberikan penghargaan atau sanksi sesuai kinerja
manajemen. Konsisten dengan argumen
di muka, maka
pelaporan sosial dan
lingkungan perusahaan dapat didefinisikan sebagai berikut:
The process of communicating the social
and environmental effects of
organizations’ economic actions to particular interest groups within
society and to society at large. As
such, it involves
extending the accountability of
organisations (particularly
companies), beyond the traditional role of providing a financial account to
owners of capital, in particular,
shareholders. Such an
extension is predicated
upon the assumption that
companies do have wider responsibilities than simply to make money for their
shareholders (Gray et al, 1996 dalam Musyarofah 2013).
Pelaporan
diperlukan dalam rangka membangun sisten informasi baik untuk keperluan proses
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan
relevan mengenai perguruan tinggi. Variabel ini diukur berdasarkan jawaban atas
ketersediaan laporan kinerja lingkungan hidup entitas meliputi:
1)
Penelusuran
terhadap kos aktivitas lingkungan.
2)
Terdapat
pertimbangan aspek lingkungan dalam keputusan investasi ataupun pertukaran.
3)
Proses
desain produk dipengaruhi oleh pertimbangan aspek lingkungan.
4)
Proses
desain produk dipengaruhi oleh pelanggan dan stakeholders lainnya.
5)
Selalu
berusaha untuk memenuhi standar lingkungan hidup.
6)
Selalu
berusaha untuk mematuhi standar lingkungan hidup.
7)
Selalu
mendukung tercapainya pertumbuhan laba yang berkelanjutan.
8)
Mengidentifikasi bahan
baku produk yang membahayakan lingkungan.
9)
Laporan
kinerja dipublikasikan.
10)
Laporan kinerja
lingkungan hidup melampiri
publikasi.
4. Audit Lingkungan
Langkah
terakhir adalah untuk memastikan apakah
kinerja progam konservasi lingkungan
hidup yang dilakukan sudah
berjalan efektif dan efisien
diperlukan audit kinerja lingkungan. Variabel
yang terakhir ini diukur
berdasarkan jawaban atas ketersediaan laporan
audit kinerja lingkungan hidup
perguruan tinggi yang meliputi:
1. Terdapat
laporan audit mengenai green accounting di perguruan tinggi
2. Terdapat
satuan pengawas internal (SPI) mengenai
green accounting di perguruan tinggi.
C.
KESIMPULAN
Dalam kondisi
sekarang ini, hal yang paling penting dan menarik adalah agenda pengembangan akuntansi lingkungan sebagai
konsep elaborasi yang berkelanjutan yang
nantinya diharapkan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Redclift
(1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan yang berkelanjutan
adalah meng-krompromi-kan antara sumber
daya alam yang terbatas ini dengan pencapaian tujuan ekonomi. Sustainability
merupakan hubungan yang erat antara ekonomi,
lingkungan dan sosial. Untuk itu,
akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini, akan membutuhkan
penyesuaian antara akuntansi konvensional dengan kebutuhan sosial di
sekitarnya. Akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini adalah
memberikan informasi berupa kalkulasi berapa biaya yang perlu
dikeluarkan oleh perusahaan agar produk/jasa
yang dihasilkannya merupakan produk/jasa
yang ramah lingkungan, aman dikonsumsi
ataupun digunakan.
Menurut Teoh
dan Thong (1986) dalam Yousef (2003) Perusahaan dikatakan ikut andil
dalam menjaga lingkungan
hidup di sekitar
perusahaannya, yaitu jika perusahaan itu haruslah memiliki perhatian
terhadap permasalahan lingkungan hidup itu
sendiri. Jika sudah, maka
keterlibatan terhadap permasalahan
lingkungan hidup diperlukan dalam
memenuhi tanggung jawab
lingkungan hidupnya. Hal ini
harus diikuti dengan pelaporan
permasalahan lingkungan hidup
di sekitar perusahaan terutama kinerja
perusahaan dalam mengatasi
dampak keberadaan perusahaan tersebut di
lingkungan hidup sekitarnya.
Tahapan ini akan
sempurna jika pada akhirnya
dapat dilakukan audit
lingkungan untuk perusahaannya
yang mengukur kinerja lingkungannya. Dari
sini, setidaknya ada
empat level progresif
dalam hal tanggung jawab
lingkungan hidup suatu
perusahaan, yakni; perhatiannya terhadap permasalahan lingkungan (environmental awareness),
pelaporan permasalahan lingkungan (environmental
reporting) dan audit lingkungan (environmental audit).
Begitu juga
dalam ruang lingkup Universitas. Dengan dasar Tri Dharma perguruan tingginya
yaitu; Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat, Universitas
wajib melaporkan melakukan Green Accounting terhadap permasalahan
lingkungan di Universitas, karena Universitas harus ikut andil dalam menjaga
kelestarian lingkungan disekitarnya.
Makalah ini
memperoleh materi dari berbagai Literature review. Berdasarkan penelitian
terdahulu didapatkan kesimpulan dalam makalah ini yang diperoleh dari
peneliti-peniliti yang melakukan penelitian green accounting berbasis univesity
social responsibility di Universitas:
A.
Pada
penelitian Sari dan Hadiprajitno (2013) yang berjudul Pengawasan Implementasi “Green
Accounting” Berbasis University Social Responsbility di Universitas Negeri
Semarang serta Studi Komparasi Universitas Se-Kota Semarang menghasilkan H1
yaitu tanggung jawab terhadap lingkungannya di tinjau dari segi probabilitasnya
tidak diterima dan secara parcial diterima. Sedangkan secara parsial H2 yaitu environmental
awareness, H4 yaitu environmental reporting, dan H5 environmental
audit tidak diterima dan secara probabilitasnya diterima, sedangkan H3 Environmental
involvement diterima.
B.
Astiti
(2014) meneliti tentang Pengawasan Implementasi “Green Accounting”
Berbasis University Social Responsibility di Universitas Negeri Yogyakarta
menyimpulkan bahwa kepedulian
lingkungan pihak Universitas Negeri
Yogyakarta terkait green accounting
berbasis university social responsibility (USR)
dinilai tinggi. Terbukti dengan
hasil penelitian yang menunjukan
50% berada pada kecenderungan kategori tinggi, sedangkan
pada keterlibatan, pelaporan dan audit lingkungan UNY di nilai rendah karena dibuktikan dengan
hasil yang diperoleh dari koresponden sebesar 52%, 42%, dan 44% berada
dikategori rendah.
Berdasarkan
kesimpulan diatas dapat diketahui bahwa Universitas dapat melakukan tanggung
jawab sosial untuk terciptanya going concern pada Universitas. Tetapi,
terdapat hasil yang menyimpulkan bahwa tingkat pelaporan lingkungan dan audit
lingkungan tidak terjadi transparansi sehingga responden tidak mengetahui
apakah terdapat pelaporan lingkungan dan audit lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C., dan
A. Zutshi. 2004. Corporate social
responsibility: Why business should act responsibly and
be accountable. Australian Accounting Review. Vol. 14 No. 3, 31-39.
Amiruddin. 2012. Etika
Lingkungan Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Program Studi
Ilmu Lingkungan. Universitas Sriwijaya Palembang.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Astiti, Widhiyanti .2014. IMPLEMENTASI GREEN ACCOUNTING BERBASIS
UNIVERSITY SOCIAL RESPONSIBILITY (USR) DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA. Jurnal Nominal.Vol.III No. 2 Tahun 2014
Ball, A. (2005).
“Environmental; accounting
and change in
UK local government”.
Accounting, Auditing &
Accountability Journal. Vol. 18, No., pp. 46-373.
Bebbington, J. (1997). “Engagement,
education,and sustainability”.
Accounting,Auditing & Accountability Journal.Volume 10. No 3., pp.365- 381.
Belkaoui, A. R. and Picur, R.D. (1991). “Cul-tural determinism
and the perception of
accounting concepts”. The
Inter-national Journal of
Accounting., 26: 118-130.
Choi, J.S. (1999).
“An investigation of the initial
voluntary environmental disclosures
made in
Korean semi-annual financial report”. Pacific Accounting Review. Palmerston North,
June, Vol. 11, Iss. 1; pp. 73.
Cooper, C. (1992). “The non and nom of accounting for (m)other nature”.
Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 5 No.3, pp. 16- 39.
Dunk, A.S. 2002. “Product Quality,
Environmental Accounting and
Quality Performance”. Accounting, Auditing & Accountability Journal. Vol.
15 No. 5, pp. 719-732. MCB Up Limited.
Ferreira, Clementina. 2004. Environmental accounting:
the Portuguese case, Management of Environmental. Vol. 15,
No. 6.
Gamble, G.O et al. (1995).
“Environmental disclosures
in annual reports
and 10Ks: An Examination”.
Accounting Horizons. Sarasota, September. Vol. 9. Iss. 3, pp. 34.
Gray, R., Kouhy, R. and Lavers S. (1995).“Corporate Social
andEnvironmental Reporting : A Review of the Literature and a Longitudinal
Study of UK Disclosure”. Accounting, Auditing & Accountability Journal,
Vol. 8, 47-77.
Mehenna, Y. and Vernon P. D., (2004). “Environmental Accounting : An
Essential Component Of Business Strategy”.
Business Strategy and the Environment. Bus. Strat. Env. 13, 65–77.
Musyarofah, Siti .2013. Analisis Penerapan Green Accounting di
Kota Semarang. Journal AAJ 2 (3)(2013), Universitas Negeri Semarang.
Sari, M. P dan Hadiprajitno, P. B. 2013. Pengawasan Implementasi “GREEN ACCOUNTING”
Berbasis University Social Responsbility (USR) di Universitas Negeri
SemarangSerta Studi Komparasi Universitas Se-Kota Semarang. Jurnal Akuntansi & Auditing. Vol. 9
No.2:169-198.
Sekaran, Uma. 2006. Research Method
for Business, 4
ed. USA: John
Wiley & Sons,Inc
Wiedmann, T. and
Manfred, L. (2006). “Third Annual
International Sustainable Development Conference
Sustainability – Creating
the Culture”. 15-16 November 2006, Perth, Scotland.
terima kasih sudah membantu dalam bahan tugas saya.
BalasHapus