Disusun Oleh
:
Nama; Subandono
NIM ; B200120418
KELAS
D
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
LATAR
BELAKANG
Penerapan corporate
governance didasarkan pada teori agensi. Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola untuk menghindari terjadi hubungan yang
asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate
Governance yang bertujuan menjadikan perusahaan menjadi lebih baik dan sehat dengan keempat prinsipnya yaitu
transparency, accountability, fairness, dan responsibility.
Teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik.
Manajemen sebagai agen ,secara moral
bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal)
dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang
berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki
(Irfan, 2002) sehingga munculah informasi asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik
(principal) yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba ( earnings
management )
dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegangsaham)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Dibutuhkan pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak
yang berkaitan dalam pengelolaan perusahaan. Salah
satu pihak yang
merupakan bagian terpenting dariterlaksananya konsep GCG
ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen.
Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egondalam FCGI,
2008) karena dewankomisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, sedangkan manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan dayas aing perusahaan,
sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen melakukan earnings
management atau manjemen laba. Menurut Hastuti (2005)
bahwa perusahaan sebagaian besar melakukan manajemen laba melalui income
decreasing. Hal ini diduga dilakukan untuk kepentingan penghindaran pajak.
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip GCG
adalah bagian penting dalam setiap transaksi perbankan. Bank
Indonesia selaku regulator lembaga perbankan telah mengeluarkan banyak peraturan
yang terkait langsung dengan upaya penerapan GCG
salah satu nya adalah dengan mengeluarkan peraturan No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 20063 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance
bagi bank umum
yang selanjutnya diubah dengan Peraturan
No. 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG
bagi Bank Umum(FCGI, 2008).
konsep
good corporate governance
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memonitor kinerja bank
dan untuk memberikan keyakinan kepada para investor
bahwa mereka akan menerima return yang
sesuai dengan investasi yang telah ditanamkannya.
PEMBAHASAN
a. Proporsi KomisarisIndependendanManajemenLaba
Famadan
Jensen (1983)
dalam Ujiyantho danPramuka (2007)
menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen)
dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang
terjadi diantara para manajer
internal
dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi
monitoring agar tercipta perusahaan yang
good corporate governance. Beasley
(1996) dalam Isnanta (2008)
menyarankan bahwa masuk nyadewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan.
Hasil penelitiannya juga melaporkan bahwa komposisi dewan komisaris lebih penting untuk mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan,
dari pada kehadiran komite audit. Analisis
lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik komisaris yang
berasal dari luar perusahaan
(outsider director)
juga berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
b. Ukuran Dewan Komisaris dan ManajemenLaba
Penelitian mengenai ukuran dewan komisaris telahdilakukan diantaranya adalah oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007)
yang
mengambil sampel perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar
di BEJ selama tahun
2002 -2004,
menguji pengaruh keberadaan dewan komisaris terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka mengemukakan bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan.
Akan tetapi efektivitas mekanisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang
diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian
(monitoring) terhadap manajemen
c. Keberadaan Komite Audit dan Manajemen Laba
Berdasarkan peraturan
BI No.8/4/PBI/2006 menyatakan tentang tugas komite
audit adalah melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan
audit
serta pemantauan atas tindaklanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan proses pelaporan keuangan. Wedari (2004)
menguji pengaruh interaksi antara dewan komisaris dan komite audit terhadap praktik manajemen laba.
Dengan menggunakan sampel perusahaan non financialyang listing di BEJ untuk tahun 1994 hingga 2002,
Wedari menunjukkan interaksi dewankomisaris dengan komite audit
justru berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica
dan Utama (2005)
menguji pengaruh keberadaan komite
audit dalam perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan, artinya keberadaan komite audit
tidak mampumengurangi manajmen laba
yang terjadi diperusahaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang
dilakukan sebelumnya, diperoleh simpulan bahwa Variabel independen dalam pembahasan ini yang
diukur menggunakan proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite
audit
dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel pengukuran tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba,
hal ini dikarenaka npenerapan corporate governance yang
dilakukan oleh perusahan-perusahaan sampel disebabkan karena untuk pemenuhan regulasi saja.
Selain itu, penerapan corporate governance masih merupakan hal yang
baru di Indonesia
dan efek dari penerapan
corporate governance
tersebut baru dapat dirasakan dalam jangka waktu panjang.
Adapun
saran yang ingin penulis berikan untuk para peneliti selanjutnya maupun perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Menambah periode penulis menjadi lebih panjang
agar efek dari mekanisme corporate governance
dapat lebih dirasakan dalam mengurangi manajemen laba di perusahaan.
2. Bagi perusahaan diharapkan dapat menerapkan
GCG di dalam perusahaannya dan yang sudah menerapkan GCG
diharapkan penerapan GCG tersebut sesuai dengan tujuan dikeluarkannya
GCG yaitu agar
terciptanya perusahaan yang sehat dan bersih.
REFERENSI
Alijoyo,
Antonius dan SubartoZaini, 2004. Corporate governance
suatu pengantar: peranan dewan komisaris dankomite audit
dalam pelaksanaan corporate
governance. Indeks: Jakarta.
Astuti, 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba Di seputar Right Issue. Universitas Slamet Riyadi:
Surakarta.
Effendi Arief, 2009.The Power Of Good Corporate Governance:
Teori dan Implementasi. Salemba Empat: Jakarta.
Handriyono.
2005. Manajemen Laba (Earning Management)
dan Pemilihan Metode Akuntansi Pada Saat IPO (StudiPada
Bursa Efek Jakarta) .
Jurnal Ekonomi Modernisasi.
Hastuti,
Theresia, 2005. dalam Ayu
2006. Hubungan Antara GCG
dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan.
Simposium Nasional Akuntansi VII.
Juniarti dan Corolina. 2005. Analisa Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertaan Laba (Income
Smoothing) Pada
Perusahaan-Perusahaan Go Public.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 7 No.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar