EVALUASI KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT. HOLCIM Tbk
Disusun Oleh:
FERRI
ADITYA RAHMAD (B200120326/D)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A.
LATAR BELAKANG
Era globalisasi mempunyai dampak dalam
dunia usaha. Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara
perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pasar yang dibidiknya. Dengan adanya
globalisasi maka dunia usaha mau tidak mau didorong untuk mencapai suatu
organisasi perusahaan yang efektif dan efisien. Suatu perusahaan sangat memerlukan
keefektifan dan keefesienan agar memiliki daya saing maupun keunggulan lebih
dari para pesaing, sehingga perusahaan dapat bertahan dalam dunia persaingan
yang ketat.
PT. Holcim
Indonesia, Tbk. adalah perusahaan sebuah perusahaan pembuat semen di Indonesia
yang sebelumnya bernama PT. Semen Cibinong Tbk. bergantinya nama seiring dengan
dikuasainya mayoritas saham perseroan oleh Holcim Ltd., pergantian nama
perusahaan dilakukan pada 1 Januari 2006. Pergantian nama ini juga diikuti
oleh anak perusahaan perseroan PT Semen Cibinong Tbk yang berganti nama menjadi
PT Holcim Indonesia Tbk. mulai tanggal 1 Januari 2005 dan juga PT Trumix Beton
menjadi PT Holcim Beton. Tujuan dari perubahan nama itu karena perseroan
berkeinginan untuk memberitahukan bahwa perseroan adalah bagian dari grup
internasional, yaitu Holcim Ltd. Selain nama, Semen Cibinong juga akan
mengganti logo perusahaannya.
PT. Holcim
adalah pelopor dan inovator di Indonesia yang bergerak dalam pembuatan semem
dan PT. Holcim adalah satu-satunya penyedia yang terintegrasi sembilan berbagai
jenis semen, beton dan agregat. Produk-produk
yang diproduksi oleh PT. Holcim merupakan produk yang masih berhubungan dengan
bahan bangunan, dengan fokus kepada penciptaan semen berkualitas, berupa semen
maupun mortar instan, dan perangkat pendukungnya yang umumnya berupa
modul-modul blok pengisian semen yang dapat digunakan sebagai pengganti batu
bata.
Sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kerja berperan dalam suatu perusahaan,
sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk mendukung
pengembangan perusahaan. Di sisi lain, perusahaan juga harus menjalankan fungsi
sosial secara internal dan eksternal untuk menjamin kesejahteraan para
anggotanya juga berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan. Untuk dapat
bersaing dengan industri yang sejenis lainnya, perusahaan harus mempunyai
keunggulan kompetitif yang sangat sulit ditiru, yang hanya akan diperoleh dari
karyawan yang produktif, inovatif, kreatif selalu bersemangat dan loyal.
Karyawan yang memenuhi kriteria seperti itu hanya akan dimiliki melalui
penerapan konsep dan teknik manajemen sumber daya manusia yang tepat dengan
semangat kerja yang tinggi serta pemimpin yang efektif dan lingkungan kerja
yang mendukung. Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
pegawai, diantaranya motivasi dan kepuasan kerja, Robbins (2001).
B. LANDASAN TEORI
Kinerja
Pengertian
Kinerja
Kinerja mengacu pada prestasi karyawan
yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan.
Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam Moh
As’ad, 2003) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan.
Menurut Simamora (1995), kinerja
karyawan adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Menurut Byars dan Rue (dalam Prasetyo
Utomo, 2006), kinerja merupakan derajat penyusunan tugas yang mengatur
pekerjaan seseorang. Jadi, Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok
orang untuk melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung
jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Penilaian
Kinerja Karyawan
1. Penilaian Kinerja
Yang dimaksud dengan sistem penilaian kinerja ialah
proses yang mengukur kinerja karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penilaian kinerja karyawan adalah:
a.
Karakteristik situasi,
b.
Deskripsi pekerjaan,
spesifikasi pekerjaan dan
standar kinerja pekerjaan,
c.
Tujuan-tujuan penilaian kinerja,
d.
Sikap para karyawan dan manajer terhadap
evaluasi.
2.
Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan diadakannya penilaian kinerja
bagi para karyawan dapat kita ketahui
dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Tujuan
evaluasi
Seorang manajer menilai kinerja dari masa lalu
seorang karyawan dengan menggunakan rating deskriptif untuk menilai kinerja dan
dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi. demosi,
terminasi dan kompensasi.
b) Tujuan
pengembangan
Seorang
manajer mencoba untuk
meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa yang akan
datang.Sedangkan tujuan pokok dari
sistem penilaian kinerja
karyawan adalah sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan
valid berkenaan dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau
perusahaan.
3.
Manfaat penilaian kinerja karyawan
Pada umumnya orang-orang yang berada
dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan
bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal
ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi
karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal
seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya
bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir.
Dan bagi organisasi atau perusahaan
sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam
pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan
program pendidikan dan pelatihan, rekruitmen, seleksi, program pengenalan,
penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses dari
manajemen sumber daya manusia secara efektif.
Pengukuran
Kinerja karyawan
Secara teoretikal berbagai metode dan
teknik mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan
secara obyektif untuk suatu kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat
bagi organisasi atau perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai
maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan
karirnya. Untuk mencapai kedua sasaran tersebut maka digunakanlah berbagai
metode pengukuran kinerja karyawan menurut Husnan (1994) yang dewasa ini
dikenal dan digunakan adalah:
1.
Rangking, adalah dengan cara
membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan
siapa yang lebih baik.
2.
Perbandingan karyawan dengan karyawan,
adalah suatu cara untuk memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai
faktor.
3.
Grading, adalah suatu cara pengukuran
kinerja karyawan dari tiap karyawan yang kemudian diperbandingkan dengan
definisi masing- masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori
yang telah ditentukan.
4.
Skala grafis, adalah metode yang menilai
baik tidaknya pekerjaan seorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang
dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor
tersebut, seperti misalnya kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja,
tanggung jawab kerja, kerja sama dan sebagainya.
5.
Checklists, adalah metode penilaian yang
bukan sebagai penilai karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.
Menurut Gomez (dalam Utomo, 2006) dalam
melakukan penelitian terhadap kinerja yang berdasarkan perilaku yang spesifik (Judgement
Performance Evaluation) ini maka ada delapan dimensi yang perlu mendapatkan
perhatian, antara lain:
·
Quality of Work
(kualitas kerja)
Kualitas ini akan dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapan.
·
Quantity of Work
(kuantitas kerja)
Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
periode waktu yang ditentukan.
·
Job Knowledge
(pengetahuan pekerjaan)
Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan
dan ketrampilan.
·
Creativeness
(kreatifitas)
Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
·
Cooperative
(kerjasama)
Kesadaran untuk bekerja sama dengan orang
lain.
·
Initiative
(inisiatif)
Keaslian ide-ide yang disampaikan
sebagai program organisasi dimasa yang
mendatang.
·
Dependerability
(ketergantungan)
Kesadaran dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penjelasan kerja.
·
Personal Quality
(kualitas personil)
Menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
kemampuan dan integritas pribadi.
Bernardin dalam Novitasari (2003) mengatakan bahwa
terdapat enam kriteria yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja secara
individu.
1)
Kualitas
Tingkat dimana hasil aktivitas yang
dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyelesaikan beberapa cara ideal dan
penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu
aktivitas.
2)
Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam
istilah sejumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3)
Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas yang
diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi yang
dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4)
Efektivitas
Tingkat penggunaan sumber daya
organisasi dimaksimalkan dengan maksud menghasilkan
keuntungan dan mengurangi kerugian setiap penggunaan sumber daya.
5)
Kemandirian
Tingkat
dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan,
bimbingan dan pengawasan atau meminta turut campurnya pengawas atau meminta
turut campurnya pengawas.
6)
Komitmen kerja
Tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab kerja terhadap perusahaan .
Menurut Soeprihanto dalam Utomo (2006)
ada beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan yaitu:
prestasi kerja, rasa tanggung jawab, kesetiaan dan pengabdian, kejujuran,
kedisiplinan, kerja sama dan kepemimpinan.
Penggunaan sistem penilaian kinerja
antara lain adalah dapat membuat keputusan yang lebih baik, kepuasan dan
motivasi karyawan yang lebih tinggi, komitmen yang lebih kuat terhadap
perusahaan, sehingga perusahaan bisa menjadi lebih efektif . Karyawan akan
menerima penilaian jika mereka diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi,
mendiskusikan rencana dan tujuan, serta dinilai berdasarkan faktor-faktor yang
relevan dengan pekerjaannya. Penilaian yang efektif memiliki lima kriteria
yaitu validitas yang dapat terlihat dari faktor-faktor penilaian, reliabilitas
atau konsistensi penilaian, diskriminatif atau dapat membedakan hasil
penilaian, bebas bias, dan relevan atau sesuai dengan situasi serta kondisi
kinerja.
Peranan
Sumber Daya Manusia
Salah satu masalah besar bagi perusahaan
adalah menemukan SDM yang profesional dan terampil dalam waktu yang instan,
baik dari segi teknologi, terlebih lagi dari segi manajerial. Jika
permasalahan-permasalahan SDM tersebut tidak diperbaiki, maka hal ini akan
berdampak negatif terhadap produktivitas, efisiensi dan daya saing perusahaan.
Oleh sebab itu, salah satu tujuan dan strategi perusahaan adalah mengembangkan
kemampuan teknologi, manajerial, dan profesionalisme dari sumber daya manusia,
Serta peningkatan produktivitas dengan meningkatkan contents dari produk dan atau jasa lebih cepat dari
pesaing-pesaingnya.
Pada saat ini sektor konstruksi mulai
menyadari pentingnya pengelolaan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja
perusahaan, tetapi masih harus menghadapi banyak kesulitan dalam pelaksanaan
manajemen dan pengembangan sumber daya manusia. Terdapat beberapa hal yang
merupakan penyebab terjadinya kesulitan tersebut. Pertama, tingkat pendidikan
rata-rata pekerja sektor konstruksi dibandingkan banyak sektor lainnya. Kedua,
tidak tetapnya jumlah tenaga kerja yang digunakan karena kebutuhan tenaga kerja
berubah-ubah. Ketiga, adanya alasan-alasan subyektif dan obyektif yang membatasi partisipasi pekerja.
Alasan subyektif yaitu karakteristik dari prosedur produksi, bahan, dan
teknologi yang tidak memberikan banyak kesempatan bagi pekerja untuk membuat
keputusan. Alasan obyektif adalah pandangan manajemen bahwa mesin dan manual
kerja lebih penting daripada pekerja. Keempat, sistem subkontrak yang banyak
diterapkan dalam industry konstruksi menyebabkan tidak ada pihak yang mengambil
tanggung jawab untuk melakukan pelatihan dan pengembangan pekerja (Martoyio,
2000).
Selain keempat hal tersebut diatas, ada
beberapa permasalahan pada sumber daya manusia yang membuat kegagalan
perusahaan antara lain: buruknya kualitas karyawan, sikap dan pola pikir
negative dari para pegawai yang sudah berakar kuat dalam perusahaan, tingginya
perputaran karyawan yang berbiaya besar dan beralihnya karyawan-karyawan
penting ke perusahaan pesaing, serta faktor-faktor lainnya meliputi buruknya
program jaminan insentif bagi karyawan (Simamora, 1997).
Manajemen
Sumber Daya Manusia
Untuk mengelola sumber daya diperlukan
penyusunan kepegawaian organisasi, memotivasi pegawai, memimpin pegawai, komunikasi dengan pegawai,
mengatur kelompok kerja dan mengevaluasi kinerja yang disebut dengan fungsi
manajemen (Royat, 1994). Manajemen sumber daya manusia strategis merupakan
suatu kunci bagi perusahaan untuk memperoleh persaingan yang berkelanjutan
dengan mengintegrasikan manajemen sumber daya manusia dan strategi bisnis.
Peningkatan kompetensi dalam perusahaan khususnya sumber daya manusia (SDM)
adalah elemen utama untuk mencapai kesuksesan perusahaan dan keterlibatan SDM
dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi bisnis akan menciptakan efektifitas
organisasi dalam perusahaan.
Manajemen sumber daya manusia merupakan
bagian tak terpisahkan dari manajemen suatu organisasi. Kegunaan manajemen
sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi orang pada organisasi
dalam cara-cara yang secara strategis, etis, dan sosial dapat dipertanggung
jawabkan. Manajemen sumber daya manusia memberikan sumbangan secara langsung
pada peningkatan produktivitas melalui penemuan cara-cara yang lebih efisien
dan efektif untuk mencapai tujuan dan secara tidak langsung melalui peningkatan
mutu kehidupan kerja karyawan.
Fungsi dari manajemen sumber daya
manusia menurut Fisher (1993) adalah setiap fungsional dalam sumber daya manusia dengan banyak aktivitas harus unggul
sehingga organisasi dapat memberikan kontribusi yang optimal menuju organisasi
sukses. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu sistim yang terdiri dari
banyak kegiatan yang saling tergantung.
MOTIVASI
Motivasi dalam manajemen ditunjukan pada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan
khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi
bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja
giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Menurut Luthans (2006) motivasi adalah
proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan
secara fisik dan psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang
ditunjukan untuk memenuhi tujuan tertentu.
Menurut Gibson dalam Suharto dan Budi Cahyono (2005) teori
motivasi terdiri dari, pertama teori kepuasan yang memusatkan perhatian pada
faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, megarahkan, mendukung dan
menghentikan perilaku. Kedua adalah teori proses yaitu menguraikan dan
menganalisis bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung, dan
dihentikan. Kedua kategori tersebut mempunyai pengaruh penting bagi para
manajer untuk memotivasi karyawan.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Motivasi
Memberikan motivasi kepada pegawai oleh
pimpinannya merupakan proses kegiatan pemberian motivasi kerja, sehingga
pegawai tersebut berkemampuan untuk pelaksanaan pekerjaan dengan penuh tanggung
jawab. Tanggung jawab adalah kewajiban bawahan untuk melaksanakan tugas sebaik
mungkin yang diberikan oleh atasan, dan inti dari tanggung jawab adalah
kewajiban. Nampaknya pemberian motivasi oleh pimpinan kepada bawahan tidaklah
begitu sukar, namun dalam praktiknya pemberian motivasi jauh lebih rumit.
Siagian (2001) menjelaskan kerumitan ini disebabkan oleh:
a. Kebutuhan
yang tidak sama pada setiap pegawai, dan berubah sepanjang waktu. Disamping itu
perbedaan kebutuhan pada setiap taraf sangat mempersulit tindakan motivasi para
manajer. Dimana sebagian besar para manajer yang ambisius, dan sangat
termotivasi untuk memperoleh kepuasan dan status, sangat sukar untuk memahami
bahwa tidak semua pegawai mempunyai kemampuan dan semangat seperti yang dia
miliki, sehingga manajer tersebut menerapkan teori coba-coba untuk menggerakkan
bawahannya.
b. Perasaan
dan emosi. Seseorang manajer tidak memahami sikap dan kelakuan pegawainya,
sehingga tidak ada pengertian terhadap tabiat dari perasaan, keharusan, dan
emosi.
c. Aspek
yang terdapat dalam diri pribadi pegawai itu sendiri seperti kepribadian,
sikap, pengalaman, budaya, minat, harapan, keinginan, lingkungan yang turut
mempengaruhi pribadi pegawai tersebut.
d. Pemuasan
kebutuhan yang tidak seimbang antara tanggung jawab dan wewenang. Wewenang
bersumber atau datang dari atasan kepada bawahan, sebagai imbalannya pegawai
bertanggung jawab kepada atasan, atas tugas yang diterima. Seseorang dengan
kebutuhan akan rasa aman yang kuat mungkin akan “mencari amannya saja”,
sehingga akan menghindar menerima tanggung jawab karena takut tidak berhasil
dan diberhentikan dan di lain pihak mungkin seseorang akan menerima tanggung
jawab karena takut diberhentikan karena alasan prestasi kerja yang jelek
(buruk).
KEPUASAN
KERJA
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap
pekerajaan dan segala sesauatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. (Handoko,
1996).
Selain itu kepuasan kerja juga dapat
diartikan sebagai sebuah efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai
aspek pekerjaan. Keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan mana para pekerja memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan
sebuah cara untuk mengaktualisasikan diri, sehingga akan tercapai sebuah
kematangan psikologis pada diri karyawan. Jika kepuasan tidak tercapai,maka
dapat terjadi kemungkinan karyawan akan frustasi (Strauss dan Sayles dalam
Handoko, 1996).
Kepuasan kerja adalah perilaku
individual terhadap pekerjaannya. Organisasi yang karyawannya mendapatkan
kepuasan mendapatkan kepuasan di tempat kerja maka cenderung lebih efektif
daipada organisasi yang karyawannya kurang mendapatkan kepuasan kerja (Robbins,
2001).
Dari definisi tersebut dapat diartikan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon yang menggambarkan perasaan dari
individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan
kognotof dan efektif individu dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan
dari seluruh penilaian emosional yang positif dari pekerjaan karyawan. Kepuasan
afektif ini difokuskan pada suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif
atau suasana hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan
kepuasan kerja kognitif adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis
dan rasional terhadap kondisi, peluang.
Luthans (2006) memberikan definisi
komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi
reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang
berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.” Kepuasan
kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan
mereka memberikan hal yang dinilai penting. Secara umum, kepuasan kerja adalah
sikap yang paling penting dan sering dipelajari. Dari definisi tersebut dapat
diartikan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan emosi yang menyenangkan atau
positif yang dihasilkan dari penilaian kerja seseorang atau pengalaman kerja.
Terdapat tiga dimensi penting dalam kepuasan kerja,
1.
Kepuasaan adalah respon emosional dari
situasi kerja.
2.
Kepuasan kerja adalah seberapa hasil
yang didapatkan atau apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan
3.
Kepuasan kerja menggambarkan pula
perilaku
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan merupakan sebuah hasil yang
dirasakan oleh karyawan. jika karyawan puas dengan pekerjaannya, maka ia akan
betah bekerja pada organisasi tersebut. Dengan mengerti output yang dihasilkan,
maka perlu kita ketahui penyebab yang bisa mempengaruhi kepuasan tersebut. Ada
lima faktor penentu kepuasan kerja (Luthans dan Spector dalam Robins, 2006),
yaitu :
1.
Pekerjaan itu sendiri
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas
yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung
jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri
intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah
pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan,
dan kreativitas.
2.
Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja
merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajad sejauh
mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja.
3. Kesempatan atau promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan
diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk
kenaikan jabatan.
4.
Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan
teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar
dengan atasan.
5.
Rekan kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan
sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan
karyawan terhadap pekerjaan..
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan antara lain :
1. Persaingan
yang ketat antara perusahaan disebabkan adanya globaliassi, sehingga mendorong
berbagai perusahaan untuk bersaing agar mempunyai keunggulan bertahan dalam
dunia persaingan yang ketat.
2. Sumber
daya manusia yang terdidik dan siap pakai berperan penting dalam meningkatkan
keefektivan dan keefisienan dari suatu perusahaan.
3. Beberapa
faktor yang dapat digunakan utuk meningkatkan kinerja karyawan adalah motivasi
dan kepuasan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ferry Setiawan dan A. A. Sg. Kartika
Dewi. 2013. ANALISIS PENGARUH MOTIVASI
DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN LAMA KERJA SEBAGAI
VARIABELMODERATING (Studi pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java).
Rahmad Restu
Udayanto, I Wawan Bagia, Ni Nyoman Yulianthini. 2013. PENGARUH KOMUNIKASI
INTERNAL DAN DISIPLIN KERJA TEHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. COCA-COLA.
Skripsi Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha.
Yahyo, Djoko, Handoyo W dan Dewi, Reni
Shinta. 2013. Pengaruh Motivasi,
Lingkungan Kerja, Dan Kompensasi
Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Semangat Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada
Karyawan Bagian Produksi CV. Putra Jaya Sahitaguna, Semarang). Diponegoro
Journal Of Social And Politic Tahun 2013, Hal. 1-12 http://ejournal- 1.undip.ac.id/index.php/.
Susilaningsih, Nur. 2008. Pengaruh
Kepemimpinan, Disiplin, Motivasi, Pengawasan dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Wonogiri). Vol. 1 No.2 September
2008
Taufiq, Ahmad. 2013. Analisis Pengaruh
Kompensasi, Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja Fisik Dan Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Bagian Produksi Pada CV. Qirana Furniture Jepara. Dinamika
Manajemen Vol. 2 No. 3 | Halaman 113-128.
Kusuma, Arif Adi dan Nugroho, Dwi Widi
Pratito Sri. 2012. The Effect Compensation, Work Environment, And Motivation On
The Performance Of Employees At PT. Coca Cola Bottling Central Jaya. Jurnal
Mahasiswa Q-MAN. Volume 1, No. 3, Mei 2012, Halaman 83-91
Khoiriyah, Lilik. 2009. Pengaruh Upah
dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Aji Bali Jaya Wijaya
Surakarta. Skripsi : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Augusty Ferdinand. 2006. Metode
Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Siswandi, Joko. 2010. Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Komunikasi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pand’s
Collection Semarang. Jurnal Management Volume 13. No 2. Hlm 1-17
Dina Ariningsih. 2009. Pengukuran
Kinerja Sumber Daya Manusia Mneggunakan Metode Human Reource Scorecard (Studi Kasus Di Perpustakaan Pusat
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar